Special for Baby...

Tuesday, July 29, 2008

Anakku BAB nya keras...

Saya ibu lina anak saya berumur 15 bulan, jenis kelamin laki-laki dengan berat badan 9 kg.anak saya sering mengalami BAB keras, sampai2 saat BAB anak saya menangis karena sakit, kadang suka mengeluarkan darah sedikit.padahal saya kasih pepaya atau apel anak saya mau tapi tidak banyak porsinya.apa yang harus saya lakukan supaya anak saya BAB nya lancar.
Thanks


Jawaban:
Ibu Lina, saya turut prihatin dengan keadaan putra ibu. Dengan memperhatikan kondisi putra ibu, ada baiknya ibu mengunjungi dokter anak yang ada di kota ibu untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Mungkin dokter anak ibu akan memberikan obat yang diminum atau obat oles di daerah anus. Tentunya selain secara medis, ibu juga perlu melakukan beberapa cara agar putra ibu mau makan buah/sayur. Diantaranya:
1. Orang tua (ayah/ibu) juga harus senang makan buah, karena anak biasanya meniru orang-orang yang ada di sekitarnya.
2. Variasikan pemberian buah, misal dengan cara dijus. Libatkan anak dalam pembuatan jus. Usia 15 bulan saya pikir, putra ibu bisa diminta untuk memasukkan potongan-potongan buah ke dalam juicer/blender. Ingat ya bu, kita sebagai ibu harus sabar. Jika anak masih belum rapi/berantakan bimbing dia untuk merapikannya.
3. Potongan buah/jus dimasukkan dalam tempat yang ada tokoh kartun/gambar-gambar lucu khas anak-anak.
4. Perkenalkan juga anak dengan berbagai macam buah, agar tidak bosan.
Bu Lina, selamat mencoba saran dari saya. Semoga bermanfaat.

Thursday, July 24, 2008

Anakku tidak mau sekolah...


Assalamualaikum wr.wb...
mba nurul, saya seorang bapak dari puteri saya yg berumur 4thn
puteri kami baru memasuki dunia yg baru, kami mendaftarkannya disekolah TK-A Full day mengingat saya dan istri sama2 kerja diperusahan swasta, dengan kondisi ekonomi sulit spt skrg tak mgkin rasanya saya menyuruh istri sy u/diam dirumah dan mengurus anak. baru 2 hari puteri kami menjalani kegiatan disekolah, hari ketiga dia mulai mengeluh dgn suasana sekolahnya yg ga menyenangkan mnurut dia, hari ke empat dgn bujukan dia masih mau sekolah...hari selanjutnya didepan sekolah dia nangis ga mau sekolah, kami berusaha mbujuk tp ga berhasil akhirnya dgn terpaksa sy bawa dia ke tmpat kerjaan saya krn kami tdk memiliki pmbantu di rumah...esoknya dia sama sekali ga mau ke sekolah dia ga mau mandi, ga mau makan,,,intinya dia menolak sekolah,,,selidik demi selidik akhirnya dia cerita katanya ada teman sekelasnya yg bengal(nakal),perlu diketahui bahwa pihak sekolah memberikan buku harian u/ tiap anak dan kami memberi tanggapan u/ setiap catatan yg gurunya berikan,,,gurunya menyarankan agar anak sy tetap hrs masuk sekolah, walaupun awalnya ngadat,,,tetapi kami sebagai orangtua ga tega meninggalkan anak disekolah dalam kondisi spt itu...kami merasakan ada beban psikologis dari diri anak terlihat dari wajah dan omongannya,,,dimulai dari bangun tidur dia sudah mengatakan ga mau sekolah...

bu nurul...sy minta solusi apakah sy hrs memaksa anak sy untuk sekolah walaupun dgn kondisi anak sy yg tertekan( kami ga mau itu? (pihak guru merekomendasikan spt itu)
atw kami memilih keluar dari sekolah dan mencari tempat lain untuk anak kami?

terima kasih, wasallam
Jawaban:
Wa'alaikumsalaam.Bapak Dindin di Bandung, saya kagum dengan perhatian bapak pada kondisi putrinya yang baru masuk sekolah . E mail bapak terkirim saat perayaan hari anak nasional 23 juli.Sebuah momen yang pas.Bapak, anak yang baru masuk sekolah memang butuh penyesuaian dengan lingkungan yang baru, guru baru, dan teman yang baru. Memang di setiap sekolah selalu saja ada anak yang menimbulkan masalah bagi anak yang lainnya. Saran saya,putri bapak yang berusia 4 tahun mulai bisa diajak berkomunikasi. Bapak tidak perlu memaksa pada putri bapak, tetapi yakinkan pada putri bapak, kalau anak yang "nakal" itu akan ditindak oleh guru dan jika putri bapak diganggu minta dia untuk melaporkan kejadian ini pada guru kelasnya.Dan ajarkan juga pada putri bapak "nak, kalau kamu diganggu, katakan pada temanmu: hey, kamu jangan mengganggu aku, itu kan tidak baik. Sekolah itu kan tempat belajar".Sesekali, bapak atau istri bapak mendampingi dia untuk masuk kelas agar dia meras aman dan nyaman, dan yakinkan kalau bapak akan kembali lagi untuk menjemputnya setelah jam sekolah usai. Bapak juga perlu banyak berkomunikasi dengan gurunya, minta pada guru agar anak yang mengganggu lebih diawasi & diperhatikan agar tidak menimbulkan ketakutan pada anak lainnya.Demikian saran dari saya semoga bermanfaat dan berhasil. Salam hangat,
Nurul Khasanah.

Anak Didik Kesulitan Membaca...

Salam kenal,

Saya Dwi (28th) mempunyai anak didik kelas 4 SD, anak tersebut msh mempunyai kesulitan membaca (belum lancar). Dan kalaupun dia membaca masih tidak mengerti apa yang dibacanya, sehingga sampai sekarangpun saya merasa kesulitan mengajari apabila ada tugas esai dari sekolah.

Mohon bantuannya apa yang mesti saya lakukan untuk membantu anak tersebut supaya dia dapat membaca dengan lancar dan mengerti apa yang dibacanya. Oh ya dia mempunyai kesulitan dalam membaca huruf b karena selalu dibaca huruf p, dan huruf r dibaca huruf l, huruf ng/ny selalu dibaca tanpa n (contoh : menanyakan dibaca menayakan).

Kalaupun didikte selalu aja ada huruf yang kurang, dan selalu kesulitan u/ membaca tulisannya sendiri.

Demikian permasalahan saya, terima kasih atas bantuannya.
Terima kasih.

Anak didikku belum lancar membaca...

Salam kenal,

Saya Dwi (28th) mempunyai anak didik kelas 4 SD, anak tersebut msh mempunyai kesulitan membaca (belum lancar). Dan kalaupun dia membaca masih tidak mengerti apa yang dibacanya, sehingga sampai sekarangpun saya merasa kesulitan mengajari apabila ada tugas esai dari sekolah.

Mohon bantuannya apa yang mesti saya lakukan untuk membantu anak tersebut supaya dia dapat membaca dengan lancar dan mengerti apa yang dibacanya. Oh ya dia mempunyai kesulitan dalam membaca huruf b karena selalu dibaca huruf p, dan huruf r dibaca huruf l, huruf ng/ny selalu dibaca tanpa n (contoh : menanyakan dibaca menayakan).

Kalaupun didikte selalu aja ada huruf yang kurang, dan selalu kesulitan u/ membaca tulisannya sendiri.

Demikian permasalahan saya, terima kasih atas bantuannya.
Terima kasih.

Jawaban:
Terima kasih atas kepercayan ibu Dwi pada saya. Dari cerita ibu Dwi, tampaknya anak didik ibu mengalami problem, yaitu kelas 4 SD tapi kemampuan membacanya masih kurang ditambah lagi dengan tidak mampu membedakan hurup "p" dengan "b" atau hurup"ng/ny" selalu tertinggal hurup "n" nya, belum lagi pemahamannya masih kurang. Sangat disayangkan baru terdeteksi sesudah anak kelas 4 SD yang mana pelajaran sudah lebih tinggi dibanding kelas sebelumnya. Dengan keadaan ini anak bisa frustrasi dalam membaca, karena memang kemampuannya belum sampai pada tingkat pemahaman. Begitu juga dengan ibu Dwi yang mungkin mengalami frustrasi juga dalam mengajari anak "kok tidak bisa-bisa ya?". Dari gejalanya, anak didik ibu Dwi mungkin mengalami dislexia atau gangguan membaca. Tetapi ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan lebih lanjut. Saran saya, ibu Dwi bisa menganjurkan pada orang tua anak untuk memeriksakan diri pada Psikolog klinis anak atau psikolog pendidikan yang ada di sekolah, agar anak didik ibu Dwi dilakukan pemeriksaan. Psikolog biasanya memberi saran atau rujukanpada orang tua agar anak mengikuti terapi dengan seorang orthopedagog. Dan terapi ini adalah suatu proses yang waktunya sangat bergantung pada kondisi anak baik kondisi internal anak (IQ, motivasi belajar) dan kondisi eksternal anak (dukungan keluarga, guru, teman). Demikian saran dari saya, semoga bermanfaat.
Salam Hangat,
Nurul Khasanah, AMd. OT


Saturday, July 19, 2008

Tentang Autis

Salam kenal.
Saya awam dalam Autis tapi kok akhir-akhir ini banyak berita tentang Autis? Apakah Autis itu? dan mengapa semakin banyak terjadi kasus-kasus anak Autis di Indonesia? Bagaimana cara mengetahui anak kita Autis? Demikian mohon dibantu karena saya awam dalam bidang anak-anak. Terima kasih

Jawaban:

Ibu ana, terima kasih atas waktunya membuka situs kami. Autis akhir-akhir ini memang semakin meningkat, istilahnya “booming”. Sebetulnya dari tahun 1940 an sudah ada, hanya di Indonesia baru dikenal tahun 1990an. Autis adalah ganguan perkembangan pada anak yang ditandai dengan gangguan dalam bidang interaksi, komunikasi, dan perilaku yang dapat terdeteksi sebelum usia 3 tahun. Gangguan perilaku misal: menangis tanpa sebab, berteriak tanpa sebab, memainkan mainan tidak sesuai fungsinya. Gangguan komunikasi misal: terlambat bicara, mengoceh tapi tidak dapat dipahami. Gangguan interaksi misal: lebih senang menyendiri, asyik bermain sendiri. Penyebab autis belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan: genetik, saat hamil ibu keracunan logam berat (merkuri yang mencemari laut, lalu mengenai makanan laut), dan yang mash kontroversi adalah vaksin MMR (Mumps, Measle,Rubella).Autis sebenarnya dapat terdeteksi dari 0 tahun, misal usia 0-6 bln: jarang kontak mata. usia 6-24 bulan: tidak berupaya menggunakan kata-kata, menolak makanan keras, tidak mengunyah.Usia 2-3 tahun: menolak dipeluk, cuek terhadap orang tua. Usia 4-5 tahun: membeo (menulang-ulang apa yg dikatakan orang lain), merasa terganggu jika rutinitasnya berubah. Demikian jawaban dari saya, semoga bermanfaat.

Salam, Nurul Khasanah.

Masalah Buang Air Anak...

Selamat sore,
Saya ibu dari putri saya Violetta (21 bulan). Vio kesulitan pup udah beberapa minggu terakhir. Sepertinya dia trauma dikarenakan pernah mau pup tapi susah keluar dan saya paksa untuk jongkok (tatur-bahasa jawa) supaya bisa keluar dan akhirnya dengan posisi itu vio bisa pup. setelahnya dia tidak mau jongkok, pasti dengan berdiri kalo pup. dia sering menangis, sepertinya sangat kesakitan, apalagi udah 3x ini pupnya dibarengi dengan keluar darah. sudah saya coba dengan minum Olive oil (saya pernah baca di salah satu web), kalo sehari pup tidak ada darah keluar dan tidak terlalu kesakitan, tapi kalo udah 2 or 3 hari baru pup, dia sangat kesakitan. sudah saya coba merayu nya dengan segala cara tapi tidak mau pup tiap hari dan posisi jongkok or duduk. Yg ingin saya tanyakan :
- apa yang harus saya lakukan supaya bisa pup tiap hari? dia tidak suka pepaya maupun buah lainnya. dia masih maem bubur dan sampai skrg belum bisa makan makanan padat. sebelum umur 1 tahun dia opname 3x diagnosa infeksi pencernaan. dia hanya mau jus mangga yang instan.
-apa bahaya nya kalo pup disertai darah? apakah bisa menyebabkan ambeien?
-bagaimana caranya supaya dia bisa makan makanan padat?
Mohon bantuannya karna saya tidak tahu harus bagaimana lagi, saya tidak ingin kasih anak saya dengan obat untuk melancarkan pupnya. saya ingin dia bisa pup secara alami.
Terima kasih atas bantuan dan perhatiannya.

Jawaban:

yth ibu anita, saya turut prihatin dengan keadaan putrinya yang berusia 21 bulan kesulitan pup & pernah keluar darah. menurut saya putri ibu sebaiknya dibawa ke dokter anak dengan reputasi yang baik.Tapi saran saya bisa ibu coba di rumah. Yaitu untuk buah tidak harus pepaya, biarkan anak memilih buah kesukaannya, misal pear, strawberry, atau apel, yang penting dia tertarik dulu dengan buah. Jika tidak suka buah bisa dengan membuat jus kesukaannya & dituangkan dalam wadah yang menarik, misal gelas dengan tokoh kartun kesukaannya. Ingat juga bu, keluarga di rumah seperti ayah, ibu, adik atau kakak atau anggota keluarga lainnya juga dibiasakan makan buahatau minum jus karena biasanya anak-anak itu meniru. Dan juga dengan anak-anak itu harus sabar, karena belajar itu sesuatu yang membutuhkan proses. Hal lainnya agar anak mau makan makanan padat adalah dengan memberikan variasi makanan semenarik mungkin. Misal membuat pizza dari roti, nugget ikan, atau perkedel kentang + daging cincang. Makanan tsb coba dihidangkan dengan cara yang menarik juga misal nugget ikan ditempatkan dalam piring yang ada tokoh kartun kesukaan anak. Ingat setiap anak mau makan beri dia pujian (”wah, kamu hebat” atau “wah, hari ini mama senang kamu bisa makan nugget kesukaan kamu” ;) dst. Atau pelukan juga bisa diberikan pada anak.Dan penting juga peran anggota keluarga. Selamat mencoba, pantang menyerah, & semoga berhasil. terima kasih

Anak Tidak Mau Makan?

Saya punya anak laki2 umur +/- 4,5 tahun tidak mau makan sama sekali. Selera makan sangat rendah. Paling yang Ia makan hanya biskuit sedikit, susu juga sedikit. Asupan gizinya sangat kurang. Berat badan hanya 12 - 13 kg. Tatapi kondisi psikis saya lihat normal. Bulan Juli nanti baru mau masuk TK, tapi dia sudah bisa baca, tulis & bicaranya lancar (tdk ada masalah). Bagaimana caranya agar mau makan, ke mana harus dibawa, apakah bisa diterapi ?. Saya pernah bawa ke Dokter Anak berkali2, tetapi selalu dianjurkan untuk dibiasakan & dibujuk anaknya agar senang makan. Hal ini rasanya sudah dilakukan dari kecil. Terima kasih.

Jawaban:
yth, Saudara Efawardi.
Anak-anak umumnya bermasalah dalam makan. mereka biasanya memilih-milih makanan, tapi sebagai orang tua kita tahu bahwa untuk dapat tumbuh & berkembang optimal kita harus memberikan asupan gizi yang seimbang. Saran saya coba ketika makan diberi makanan yang bervariasi, misal jika anak tidak suka buah diberi jus buah segar yang dibuat sendiri & tempatkan dalam gelas atau wadah dengan gambar tokoh kartun kesukaannya. Atau coba sesekali menu harian, dia yang menentukan, & tetap variasinya,misal dadar telur memakai sosis/bakso, atau dadar telur memakai sayuran (wortel, brokoli, dll). Sumber karbohidrat juga tidak hanya dari nasi, kentang, roti, mie, bihun, atau ubi. Jika kurang berhasil silakan konsultasikan pada ahli gizi atau psikolog anak untuk mengetahui masalah lain yang mungkin timbul. Selamat mencoba.

Depresi Pasca Melahirkan


Depresi Pasca Melahirkan

Anda pernah mendengar istilah depresi post partum?. Depresi post partum atau depresi pasca melahirkan biasanya dialami oleh para ibu yang baru saja melahirkan bayinya. Gejala depresi melahirkan ini seperti kecemasan, labilitas afek, dapat berlangsung berbulan-bulan. Gejala depresi pasca melahirkan dapat membahayakan ibu dan bayinya

Para wanita butuh penyesuaian dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik fisik maupun psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala.

Hingga saat ini masih sedikit profesional yang menaruh atensi terhadap masalah ini. Padahal hal ini bisa berpengaruh fatal, yang tidak saja mencelakakan diri si ibu namun juga bisa mencelakakan orang lain, sebagaimana yang pernah dialami oleh Andrea Yates, seorang ibu lulusan SMA, asal Houston Amerika Serikat, ia membunuh kelima anaknya, dengan memasukkan mereka satu-persatu ke dalam bathub. Menurut para ahli, peristiwa tragis tersebut dipicu oleh depresi pasca melahirkan yang dialami Andrea setelah melahirkan anak kelimanya (Adiningsih, 2005). Di Indonesia hal ini juga pernah terjadi pada seorang ibu di kota Bandung Jawa Barat, bernama Aniek Qori’ah Sriwijaya yang berusia 31 tahun, ia lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Planologi dengan IPK lebih dari 3, membunuh 3 anaknya yang berusia 9 bulan sampai 6 tahun dengan cara dibekap menggunakan bantal dan kasur (Shinaga, 2006)

Permasalahan dari gejala ini adalah berupa kontinum yang bergerak dari menangis seharian sampai gejala psikosa (pecahnya pribadi hingga hubungan dengan dunia luar terganggu). Hal ini dapat terjadi karena faktor eksogen dan faktor endogen. Dalam keadaan depresi semacam ini tentunya peran ibu tidak bisa berfungsi dengan baik, dan dapat menimbulkan bahaya terhadap perkembangan anak (Mönks, Knoers & Haditono, 2004: 95)

Di negeri Belanda kurang lebih 1 dari 10 wanita mengalami depresi post partum hingga mengganggu fungsi mereka sebagai isteri dan sebagai ibu. Di Inggris dan Amerika ditemukan adanya hubungan antara intervensi medis pada waktu melahirkan dengan depresi post-partum. Kurang lebih seperempat jumlah ibu yang diteliti di Inggris dan Amerika menderita depresi dalam jangka waktu lama. Termasuk kelompok tinggi juga para ibu yang mengalami persalinan dengan pembedahan. Di Amerika terdapat 35% dari kelompok tersebut yang mengalami depresi berat (Mönks, Knoers & Haditono, ibid: 95-96)

Menurut Jonge-Adriaansen (dalam Mönks, Knoers & Haditono, ibid) menyimpulkan bahwa intervensi teknologi medis yang berlebihan sering menjadi penyebab timbulnya depresi dan rasa tidak berdaya. Sehubungan dengan hal tersebut maka penting kiranya untuk mengusahakan agar proses persalinan dapat berlangsung sewajarnya untuk menjaga stabilitas psikis ibu. Ibu yang secara psikis stabil sangat besar artinya bagi perkembangan anak.

Dalam makalah ini secara garis besar akan diuraikan penyebab, gambaran dan intervensi depresi pasca melahirkan, dengan tujuan agar setiap ibu yang sedang mengandung dan akan melahirkan, mengetahui masalah-masalah psikis yang mungkin terjadi setelah melahirkan, dan jika masalah psikis terjadi dapat ditanggulangi secara adekuat.

Gambaran Depresi Pasca Melahirkan

Sebenarnya masalah depresi pasca melahirkan bukanlah hal baru, karena sejak 460 tahun sebelum Masehi, hal ini sudah mulai dikenal, sebagaimana diungkapkan oleh Hippocrates. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak deskripsi yang terungkap, namun baru pada sekitar tahun 1985-an masalah ini mendapat perhatian. Menurut Ann Dunnewold, seorang ahli jiwa di Dallas Amerika Serikat, 10-20% perempuan yang baru melahirkan mengalami depresi. Muncul dalam beragam bentuk bisa berupa kesedihan mendalam, sering menangis, insomnia (susah tidur) atau tidak dapat tidur nyenyak, mudah tersinggung, kehilangan minat terhadap bayi, kurang berminat terhadap kegiatan rutin sehari-hari. Bisa juga berupa perasaan ketakutan, hilangnya nafsu makan, lesu atau bahkan tidur yang berlebih. Kondisi ini bisa berlangsung hingga tiga sampaii enam bulan, bahkan terkadang sampai delapan bulan. Sayangnya, sangat banyak ibu yang tidak menyadarinya, demikian juga dengan mereka yang ada di sekitarnya, termasuk suaminya (Adiningsih, 2005)
Kondisi yang lebih ringan dari depresi pasca melahirkan, disebut baby blues, yang dialami oleh sekitar 80% dari perempuan yang baru melahirkan. Pada kondisi ini, perempuan tersebut mengalami tanda-tanda sebagaimana pada depresi pasca melahirkan, hanya saja dalam intensitas yang lebih ringan dan dalam rentang waktu yang lebih pendek, paling lama enam minggu. Ia masih bisa tidur nyenyak jika dijauhkan dari kewajiban mengurus bayinya. Berbeda dengan perempuan yang terkena depresi pasca melahirkan, yang tetap saja tidak bisa tidur apalagi bergembira meskipun telah ada orang lain yang membantu merawat bayinya.
Gangguan hormonal menjadi kata kunci dari terjadinya depresi pasca melahirkan maupun baby blues, sebagaimana yang diungkapkan oleh Barbara Parry, Lektor Kepala dari bagian psikiatri Fakultas Kedokteran San Diego, University of California. Menurutnya, kebutuhan hormon estrogen yang meningkat pada calon ibu namun tiba-tiba saja menurun saat melahirkan, akan memberi pengaruh pada depresi biokimia.
Di sisi lain kehamilan meningkatkan hormon endorfin yaitu hormon yang bisa memompa rasa senang. Tetapi saat melahirkan, tingkat endorfin merosot, kondisi ini tentu menambah resiko depresi. Kadang-kadang depresi pasca melahirkan juga disebabkan oleh ketidakstabilan kelenjar tiroid, yang turun ketika melahirkan dan tidak kembali pada jumlah yang normal (Adiningsih, 2005). Kondisi hormon yang fluktuatif inilah yang membuat seorang ibu yang semestinya berbahagia setelah kelahiran bayi mungilnya, namun justru kehilangan perasaan tersebut secara tiba-tiba. Si ibu justru merasakan murung dan sedih. Kondisi ini akan membuat hal-hal dalam keseharian yang biasanya mudah untuk dilakukan berubah menjadi beban yang berat.

Istilah Lain Depresi Pasca Melahirkan

Pengertian lain tentang depresi pasca melahirkan adalah post partum blues. Post partum blues juga sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis referensi di literatur kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca melahirkan yang disebut sebagai milk fever karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan, dan ditandai dengan gejala-gejala seperti: reaksi depresi/sedih/disforia, menangis, mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. Gejala-gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun pada beberapa minggu atau bulan kemudian, bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat (Iskandar, 2005).

Post partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditangani dengan baik, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca melahirkan, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya.

Dalam dekade terakhir ini, banyak ahli yang memberi perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca melahirkan, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai studi mengenai post-partum blues di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.

Penyebab

Menurut Iskandar (2005), banyak faktor diduga berperan sebagai penyebab depresi pasca melahirkan antara lain adalah: (1) Faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estriol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kadar estrogen turun secara bermakna setelah melahirkan, ternyata estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase, yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi baik noradrenalin maupun serotonin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi, (2) Faktor demografik yaitu umur dan paritas, (3) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan, (4) Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti: tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya.

Intervensi

Di luar negeri skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca persalinan yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca persalinan. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues. Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca persalinan saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues . EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca persalinan dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian (Iskandar, 2005).

Post-partum blues atau gangguan mental pasca persalinan seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang ‘ berjuang ‘ sendiri pada beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau profesional lainnya. Untuk meminta bantuan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.

Penanganan gangguan mental pasca melahirkan pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues atau depresi pasca melahirkan membutuhkan bantuan. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan bantuan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.

Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca melahirkan dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk pada psikolog/konselor bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk hambatan-hambatan yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.

Dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues atau depresi pasca melahirkan. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya..

Depresi pasca melahirkan dengan beragam faktor penyebabnya dapat dialami oleh semua ibu dimanapun ia berada, tanpa memandang status ekonomi, usia, ataupun tingkat pendidikan. Ibu yang mengalami depresi pasca melahirkan harus ditangani secara adekuat, karena peran ibu sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak juga dalam hubungannya dengan peran ibu di keluarga. Untuk itu seorang ibu yang berada dalam kondisi pasca melahirkan perlu mendapat dukungan dari orang-orang yang ada di sekitarnya.

Thursday, July 3, 2008

Pertanyaan dari Seorang Ibu...

Selamat Siang ,
Saya ibu dari putri saya A.A Novira Pujawati (30 bln) Sekarang Ini Saya Punya masalah Kenapa anak saya belum bisa Bicara dan setiap saya ajarkan untuk megucapkan sesuatu pasti hanya ter senyum , sekarang ini putri saya hanya mampu mengucakan mama , ela , dsb hanya berapa kata saja , tetapi kalau disuruh untuk mengambil sesuatu dia mengerti dan anak saya suka menonton tv , biasanya kalau menonton dea merespon tepuktangan , atau menari ,. yang saya tanyakan ada apa dengan anak saya apa ada kelaina soalnya anak seumurnya sudah pada pintar bicara , apa anak saya bisu ? Apakah ada kemungkinan bisa untuk bicara ? saya moho bapak /ibu sudi untuk memberi informasi kepada saya

(sumber:www.konsultasikeluarga.wordpress.com)


Jawaban:

Terima kasih atas kepercayaan ibu komang prastika aryanti kepada saya. Ibu, anak usia 30 bulan umumnya sudah dapat berbicara 3 kata, misal “mau minum susu”. Putri ibu tampaknya tidak mengalami hambatan dalam bahasa reseptif (pemahaman), dari keterangan ibu,ia mengerti jika diminta untuk mengambil sesuatu. Hambatan putri ibu tampaknya dalam bahasa ekspresif (pengungkapan) Saran saya: banyak-banyaklah anak diberi rangsangan dan diajak komunikasi 2 arah setiap saat secara teratur, misal saat mandi, anak diajak bernyanyi lagu “mandi pagi kalau biasa”, dst, atau saat akan memakai sepatu, anak diajak bernyanyi”tuk tuk ada sepatu” atau lagu apapun. yang ibu/pengasuh bisa. Kurangi menonton TV, karena itu bersifat satu arah. Jika hal-hal tersebut kurang berhasil, ibu bisa konsultasi pada psikolog anak atau dokter spesialis anak yang ada di kota ibu, pada bagian tumbuh kembang untuk dilakukan pemeriksaan tertentu. Terima kasih. Salam, Nurul Khasanah, AMd. OT (Pediatric Occupational Therapist)


Sharing & Solution for your Children's Problem...

A Tribute to BSD City

A Tribute to BSD City
Khusus Warga BSD City

Info & Consultation

www.konsultasianak.tk

Special Need Children

Special Need Children
Only for Special Mother...